Rabu, 21 Desember 2016

Teks Foto Aleppo menurut CNN Indonesia



Framing in Practice

Masih ingat tentang framing? Secara sederhana, framing adalah memilih dan menonjolkan satu (atau sejumlah kecil) aspek dari sebuah peristiwa, hal, atau figur sehingga gambaran yang tercipta bukanlah gambaran keseluruhan melainkan hanya gambaran bagian yang sudah dipilih dan diberi penekanan. Untuk membantu mengingat kembali, silakan baca artikel ini dan ini.

Biasanya, media yang memang memiliki framing tertentu terhadap suatu hal, akan cenderung memandang “hal” itu dengan cara yang tidak berubah. Misalnya, label yang dipakai terhadap “hal” itu atau terhadap figur yang terlibat di dalamnya akan selalu sama, dari itu ke itu juga.

Selasa, 20 Desember 2016

Aleppo itu “jatuh” atau “terbebaskan”?


(Memahami penggunaan ‘label’ oleh media massa)

 

“A leader of one of Indonesia's hardline Muslim groups has told his followers to "prepare for war" after violent clashes with liberal Muslim demonstrators.” 


 


Miss world sparks controversy – Female Muslim protesters shout slogans during a protest against the Miss World beauty pageant contest outside its main sponsor office, MNCTV in Jakarta on September 5. Around 1,000 Islamic hardliners protested saying the event promoted "smut and pornography."

Senin, 19 Desember 2016

Berita halaman 1 atau halaman “antah berantah”? Mengenal Framing (2)



Framing bukan hanya sebatas pada pemotretan seperti dibahas pada artikel sebelumnya. Framing bahkan (lebih) banyak terjadi pada pemberitaan, baik yang dicetak (printed) maupun disiarkan (broadcast). 

Framing terjadi atau dilakukan pada hampir semua bagian berita, mulai dari judul, lead, paragraf-paragfar lainnya (terutama paragraf terakhir), foto, teks foto, bahkan ukuran berita dan penempatan beritanya.

Emosi penonton atau ekspresi Riedl? Mengenal Framing (1)



Bayangkanlah sebuah pertandingan sepakbola. Agar lebih mudah membayangkannya, saya usulkan kamu membayangkan pertandingan final Piala AFF leg kedua antara Indonesia dan Thailand di Bangkok, Sabtu, 17 Desember 2016 lalu. Katakanlah kamu hadir dalam pertandingan tersebut, mendapatkan tempat duduk yang paling strategis sehingga kamu bisa melihat ke mana pun, dan kamu membawa kamera yang lensanya bisa menjangkau objek kecil dan jauh sekali pun. Kamu pun mengangkat kamera, mata kamu tempelkan pada view finder (celah untuk “mengintip” objek) dan siap melakukan bidikan. Saat itu kamu punya banyak pilihan apa yang akan kamu potret, empat di antaranya adalah:

Memangnya media Barat itu tunggal?



“Media Barat kok dipercaya!”

Belakangan, pernyataan sinis bin ketus seperti itu makin sering terdengar. Pemicunya beragam, mulai dari pemberitaan aksi 212 dan 411 di media asing, reportase konflik di Suriah, perdebatan tentang kemenangan Trump dan dampaknya bagi Indonesia, dan banyak lagi. 

Kembali ke pernyataan tadi: “Media Barat kok dipercaya!”

Apa yang kamu tangkap dari pernyataan itu?

“Itu, kan, media Barat!”



“Itu, kan, media Barat! Media Barat kok dipercaya.” 

Pernah mendengar temanmu berkata demikian? Atau mungkin kamu bukan hanya pernah mendengar, namun bahkan bisa membayangkan mimik wajah temanmu itu saat mengatakan kalimat tersebut?

Media Barat kok dipercaya....