Senin, 19 Desember 2016

Emosi penonton atau ekspresi Riedl? Mengenal Framing (1)



Bayangkanlah sebuah pertandingan sepakbola. Agar lebih mudah membayangkannya, saya usulkan kamu membayangkan pertandingan final Piala AFF leg kedua antara Indonesia dan Thailand di Bangkok, Sabtu, 17 Desember 2016 lalu. Katakanlah kamu hadir dalam pertandingan tersebut, mendapatkan tempat duduk yang paling strategis sehingga kamu bisa melihat ke mana pun, dan kamu membawa kamera yang lensanya bisa menjangkau objek kecil dan jauh sekali pun. Kamu pun mengangkat kamera, mata kamu tempelkan pada view finder (celah untuk “mengintip” objek) dan siap melakukan bidikan. Saat itu kamu punya banyak pilihan apa yang akan kamu potret, empat di antaranya adalah:


1.       Kamu memotret keseluruhan stadion. Area yang masuk ke dalam bingkai kamu luas, namun pemain dan para penonton tampak kecil.
2.       Kamu memotret lapangan saja. Area yang terpotret cukup luas namun tidak terlalu luas. Formasi pemain tampak lebih jelas, namun bagian-bagian lain –misalnya penonton, tribun, sponsor, dll—tidak terpotret
3.       Kamu memotret Alfred Riedl. Bahasa tubuh pelatih Timnas Indonesia itu tampak jelas, namun kamu tak bisa memotret bagian stadion yang lain, termasuk para pemain di kedua kubu.   
4.       Kamu memotret wajah Alfred Riedl saja. Ekspresi khawatir di wajah pria berkebangsaan Austria itu tampak jelas, namun kamu tak bisa memotret bagian tubuhnya yang lain. Kamu tidak tahu apakah telapak tangannya ia letakkan di samping pinggang atau di dalam saku celana. 

Teman, inilah yang dimaksud framing alias pembingkaian.  Ada satu peristiwa, yakni pertandingan final Piala AFF 2016 leg kedua. Ada satu tempat, yakni Stadion Rajamanggala, Bangkok dengan segenap detil, aktivitas, dan emosinya. Saat akan memotret, kamu melakukan pilihan. Memotret keseluruhan stadion, fokus ke lapangan, fokus ke Riedl, atau betul-betul hanya memotret wajah Riedl. Kamu memilih dengan sengaja. Apa pun pilihanmu, kamu punya tujuan mengapa pilihan itu yang kemudian kamu pilih: ingin menunjukkan emosi yang ada di stadion? Ingin menunjukkan kegugupan Riedl? Ingin menunjukkan kacaunya formasi para pemain Indonesia? 

Selain itu, apa pun pilihanmu, akan ada yang terbuang, tersembunyikan. Bila kamu memotret keseluruhan stadion, kamu tidak tahu bagaimana ekspresi wajah Riedl. Bila kamu memotret wajah Riedl, semua yang melihat fotomu akan bisa menduga perasaan Riedl saat itu namun mereka tidak tahu suasana umum pertandingan itu. Teman, sekali lagi, inilah framing. Inilah pembingkaian.

Dari sekian banyak objek, kamu memilih satu. Dari sekian banyak aspek pada suatu objek, kamu memilih satu aspek saja. Kamu menonjolkan satu hal dan mengabaikan, bahkan menghilangkan, beberapa hal yang lain. Kamu melakukannya dengan sengaja. Kamu punya tujuan. Dan, pilihanmu membawa akibat bagi yang melihat fotomu. Misalnya: ada yang lalu menganggap Riedl tidak punya mental yang tangguh karena ia terlihat sangat gugup. Ada yang menganggap pemain Indonesia tidak disiplin karena formasinya kacau. Ada yang menilai suporter Thailand terorganisasi dengan baik. 

Teman, Inilah framing. (*) 

Sumber foto:  Reuters/Athit Perawongmetha, diunduh dari http://www.bbc.com/indonesia/live/olahraga-38350589

Tidak ada komentar:

Posting Komentar