Bayangkanlah sebuah
pertandingan sepakbola. Agar lebih mudah membayangkannya, saya usulkan kamu
membayangkan pertandingan final Piala AFF leg kedua
antara Indonesia dan Thailand di Bangkok, Sabtu, 17 Desember 2016 lalu. Katakanlah kamu hadir dalam pertandingan
tersebut, mendapatkan tempat duduk yang paling strategis sehingga kamu bisa
melihat ke mana pun, dan kamu membawa kamera yang lensanya bisa menjangkau objek
kecil dan jauh sekali pun. Kamu pun mengangkat kamera, mata kamu tempelkan pada
view finder (celah untuk “mengintip”
objek) dan siap melakukan bidikan. Saat itu kamu punya banyak pilihan apa yang
akan kamu potret, empat di antaranya adalah:
1.
Kamu memotret
keseluruhan stadion. Area yang masuk ke dalam bingkai kamu luas, namun pemain
dan para penonton tampak kecil.
2.
Kamu memotret
lapangan saja. Area yang terpotret cukup luas namun tidak terlalu luas. Formasi
pemain tampak lebih jelas, namun bagian-bagian lain –misalnya penonton, tribun,
sponsor, dll—tidak terpotret
3.
Kamu memotret
Alfred Riedl. Bahasa tubuh pelatih Timnas Indonesia itu tampak jelas, namun
kamu tak bisa memotret bagian stadion yang lain, termasuk para pemain di kedua
kubu.
4.
Kamu memotret
wajah Alfred Riedl saja. Ekspresi khawatir di wajah pria berkebangsaan Austria
itu tampak jelas, namun kamu tak bisa memotret bagian tubuhnya yang lain. Kamu
tidak tahu apakah telapak tangannya ia letakkan di samping pinggang atau di
dalam saku celana.
Teman, inilah yang
dimaksud framing alias pembingkaian. Ada satu peristiwa, yakni pertandingan final
Piala AFF 2016 leg kedua. Ada satu
tempat, yakni Stadion Rajamanggala, Bangkok dengan segenap detil, aktivitas,
dan emosinya. Saat akan memotret, kamu melakukan pilihan. Memotret keseluruhan
stadion, fokus ke lapangan, fokus ke Riedl, atau betul-betul hanya memotret
wajah Riedl. Kamu memilih dengan sengaja. Apa pun pilihanmu, kamu punya tujuan
mengapa pilihan itu yang kemudian kamu pilih: ingin menunjukkan emosi yang ada
di stadion? Ingin menunjukkan kegugupan Riedl? Ingin menunjukkan kacaunya
formasi para pemain Indonesia?
Selain itu, apa pun
pilihanmu, akan ada yang terbuang, tersembunyikan. Bila kamu memotret
keseluruhan stadion, kamu tidak tahu bagaimana ekspresi wajah Riedl. Bila kamu
memotret wajah Riedl, semua yang melihat fotomu akan bisa menduga perasaan
Riedl saat itu namun mereka tidak tahu suasana umum pertandingan itu. Teman, sekali
lagi, inilah framing. Inilah
pembingkaian.
Dari sekian banyak objek,
kamu memilih satu. Dari sekian banyak aspek pada suatu objek, kamu memilih satu
aspek saja. Kamu menonjolkan satu hal dan mengabaikan, bahkan menghilangkan,
beberapa hal yang lain. Kamu melakukannya dengan sengaja. Kamu punya tujuan.
Dan, pilihanmu membawa akibat bagi yang melihat fotomu. Misalnya: ada yang lalu
menganggap Riedl tidak punya mental yang tangguh karena ia terlihat sangat
gugup. Ada yang menganggap pemain Indonesia tidak disiplin karena formasinya
kacau. Ada yang menilai suporter Thailand terorganisasi dengan baik.
Teman, Inilah framing. (*)
Sumber foto: Reuters/Athit Perawongmetha, diunduh dari http://www.bbc.com/indonesia/live/olahraga-38350589
Tidak ada komentar:
Posting Komentar