Apa yang di mata massa tampak seperti kompetisi, bisa jadi adalah bagian dari kerjasama antar-elit. Misalnya, sebuah pilgub ada tiga calon. Salah satu calon kalah di putaran pertama. Dia bisa jualan "suara pendukung"-nya kepada dua kandidat yang tersisa. Atau, bisa jadi ada sebuah pilpres yang calonnya hanya satu, tapi karena sistem Pemilu-nya mensyaratkan adanya kompetisi, maka dicarilah lawan. Menang atau kalah, si lawan ini sudah menang, hehehe. Dia takkan maju tanpa “dapat apa-apa”, kan?
Transaksi bahkan bisa dilakukan sejak kompetisi belum benar-benar dimulai. Anggaplah ada sebuah pilwali dengan dua kandidat, A dan B. A yakin bisa mengalahkan B. Lalu, muncullah si C, koar-koar akan ikut pilwali juga. Si C ini basis massanya tidak besar. Kalau ikut pilwali pasti kalah. Tapi, karena basis masa di C dan si A sama, kehadiran C bisa membuat A kalah karena suara basis massa mereka bisa terpecah. Maka, A membujuk si C agar membatalkan niatnya ikut pilwali. Tidak gratis dong. Tahu bulat aja bayar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar