Apakah blog, atau laman tulisan pribadi, sudah pasti tidak kredibel? Belum tentu. Dalam kondisi tertentu, sebuah blog memiliki potensi kredibilitas yang lebih tinggi dari lembaga media. Ini misalnya: https://lawprofessors.typepad.com/antitrustprof_blog/
Blog yang ditulis seorang ahli bidang A yang berbicara tentang A, seringkali lebih bernas dan lebih dalam saat berbicara isu A dibanding lembaga media yang pada dasarnya tidak memiliki kru yang ahli di bidang A. Lembaga media memang tidak harus memiliki keahlian spesifik di satu bidang. Keahlian spesifik yang harus dimiliki lembaga media adalah kemampuan memahami isu, menggali data, memverifikasi, dan kemampuan bahasa yang baik.
Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa pada dasarnya blog bekerja di area spesifik, lembaga media bekerja di area umum. Ketika seorang ahli A berbicara tentang isu di luar A atau tidak terkait dengan A, kewaspadaan kita sebagai audiens harus ditingkatkan. Benarkah yang ia katakana (tulis)? Apakah kredibel?
Nah, kita perlu membedakan blog dengan blogspot. Blog pada dasarnya adalah laman ekspresi pribadi. Ada yang fokusnya bicara tentang area penelitian si blogger (biasanya akademisi, ahli), fokus perhatian si blogger (misalnya politisi), area pekerjaan si blogger, dan hobi si blogger. Belakangan, sejumlah lembaga menjadikan blog sebagai platform pilihan untuk menyampaikan informasi terkait mereka, aktivitas dan produk-produknya.
Blogspot tidak sama dengan blog. Blogspot adalah platform yang memungkinkan individu atau lembaga untuk membuat blog. Banyak platform lain yang menyediakan servis yang sama, wordpress salah satunya.
Sekarang kita melihat cukup banyak lembaga media --lembaga yang menyiarkan berita, terlepas sudah diverifikasi Dewan Pers atau tidak-- menggunakan blogspot sebagai platformnya. Mungkin karena lebih murah (bahkan gratis). Nah, ketika membaca konten lembaga-lembaga penyiar berita yang formatnya blogspot ini kewaspadaan kita harus ditingkatkan. Apalagi bila namanya dimirip-miripkan dengan nama lembaga media ternama. Bagi saya, sudah ada malice (niat buruk) di sana. Mengapa mereka memirip-miripkan namanya dengan nama lembaga media ternama? Sekadar tidak pede? Jangan-jangan memang sengaja untuk menyesatkan orang-orang yang kurang informasi?
Discussing issues related to mass media, social media, politics and anything, really
Kamis, 31 Januari 2019
Lansekap informasi sebelum dan setelah hadirnya media sosial
Sebelum hadirnya media sosial, media mainstream (media cetak dan media siaran) adalah sumber utama, mungkin satu-satunya, dalam mendapatkan informasi.
Di saat itu, media mainstream memiliki power yang sangat besar karena fungsi gate-keeper mereka tak tertandingi. Mereka yang memiliki power untuk memilah. Mana peristiwa atau isu yang akan dimuat, mana peristiwa dan isu yang ditinggalkan. Tak ditulis atau disiarkan sama sekali. Mereka juga punya power menentukan mana di antara peristiwa atau isu yg akan dimuat itu yang akan ditaruh di halaman pertama dan mana yang disembunyikan di halaman tengah yang jarang dibuka pembaca? Mana yang disiarkan jam 7 malam saat sekeluarga nonton TV, dan mana yang disembunyikan dalam berita jam 12 malam saat hanya orang insomnia yang masih terbangun? Mana berita yang disajikan 6 kolom plus foto berwarna dan mana yang hanya nyempil 1 kolom saja? Mana yang ditulis secara bersambung sepekan penuh dan mana yang dimuat sekali saja?
Saat itu, media mainstream pula yang memiliki power untuk memilih nara sumber mana yang akan dimintai komentarnya tentang atau menanggapi sebuah isu/peristiwa. Siapa pu yang diwawancarai media mainstream, biasanya akan diberi gelar kehormatan: ahli, pakar, pemerhati dan sejenisnya. Roy Suryo adalah salah satu yang diorbitkan oleh media mainstream dan digelari “pakar telematika”. Setuju atau tidak, ia pernah (masih?) mendapatkan pengakuan tersebut.
Di saat itu audiens menjadi pihak yang lebih lemah karena mereka hanya di posisi "menerima" berita. Keuntungannya, audiens tidak perlu berlelah-lelah memilah-milah informasi dan berkali-kali memverifikasinya.
Saat ini yang terjadi sebaliknya. Dengan hadirnya media sosial dan meluasnya jangkauan internet, audiens sebenarnya terberdayakan. Mereka bisa membuat konten sendiri, termasuk berita. Bukan hanya itu, audiens juga bisa mengoreksi berita dari media mainstream yg tidak lengkap, tidak objektif, atau bahkaan salah. Audiens juga bisa membuat berita mereka sendiri. Akibatnya, berita dan sumber berita menjadi sedemikian berlimpah. Audiens memiliki pilihan sumber informasi yang lebih banyak, bahkan nyaris tak terbatas.
Namun, juga di saat inilah kewaspadaan audiens harus ditingkatkan. Dengan membanjirnya berita dari semua sudut, audiens harus berlelah-lelah memilah informasi-informasi tersebut karena tidak semuanya benar. Untuk ini butuh kemauan dan kekritisan.
Di saat itu, media mainstream memiliki power yang sangat besar karena fungsi gate-keeper mereka tak tertandingi. Mereka yang memiliki power untuk memilah. Mana peristiwa atau isu yang akan dimuat, mana peristiwa dan isu yang ditinggalkan. Tak ditulis atau disiarkan sama sekali. Mereka juga punya power menentukan mana di antara peristiwa atau isu yg akan dimuat itu yang akan ditaruh di halaman pertama dan mana yang disembunyikan di halaman tengah yang jarang dibuka pembaca? Mana yang disiarkan jam 7 malam saat sekeluarga nonton TV, dan mana yang disembunyikan dalam berita jam 12 malam saat hanya orang insomnia yang masih terbangun? Mana berita yang disajikan 6 kolom plus foto berwarna dan mana yang hanya nyempil 1 kolom saja? Mana yang ditulis secara bersambung sepekan penuh dan mana yang dimuat sekali saja?
Saat itu, media mainstream pula yang memiliki power untuk memilih nara sumber mana yang akan dimintai komentarnya tentang atau menanggapi sebuah isu/peristiwa. Siapa pu yang diwawancarai media mainstream, biasanya akan diberi gelar kehormatan: ahli, pakar, pemerhati dan sejenisnya. Roy Suryo adalah salah satu yang diorbitkan oleh media mainstream dan digelari “pakar telematika”. Setuju atau tidak, ia pernah (masih?) mendapatkan pengakuan tersebut.
Di saat itu audiens menjadi pihak yang lebih lemah karena mereka hanya di posisi "menerima" berita. Keuntungannya, audiens tidak perlu berlelah-lelah memilah-milah informasi dan berkali-kali memverifikasinya.
Saat ini yang terjadi sebaliknya. Dengan hadirnya media sosial dan meluasnya jangkauan internet, audiens sebenarnya terberdayakan. Mereka bisa membuat konten sendiri, termasuk berita. Bukan hanya itu, audiens juga bisa mengoreksi berita dari media mainstream yg tidak lengkap, tidak objektif, atau bahkaan salah. Audiens juga bisa membuat berita mereka sendiri. Akibatnya, berita dan sumber berita menjadi sedemikian berlimpah. Audiens memiliki pilihan sumber informasi yang lebih banyak, bahkan nyaris tak terbatas.
Namun, juga di saat inilah kewaspadaan audiens harus ditingkatkan. Dengan membanjirnya berita dari semua sudut, audiens harus berlelah-lelah memilah informasi-informasi tersebut karena tidak semuanya benar. Untuk ini butuh kemauan dan kekritisan.
sumber ilustrasi: https://interaktif.kompas.id/kompas_redesain_2018; https://foto.kapanlagi.com/selebriti/Roy_Suryo/roy-suryo-010.html; https://www.hoax-slayer.net/hoax-message-warns-users-not-to-contact-dreamweavergrey/
Apa itu dunia maya?
Duluuu banget, kita hanya mengenal dua dunia. Dunia natural,
dunia tempat kita hidup dan berinteraksi normal sehari-hari dan dunia
supranatural, dunia di mana hal-hal di luar nalar bisa terjadi, di mana paku
berkarat bisa “dikirimkan” dan masuk ke tubuh seseorang tanpa ia menyadarinya. Dunia
di mana seseorang bisa berada di Makkah dan di Madura di saat yang sama. Dunia
dimana orang bisa kaya tanpa banyak bekerja karena ada tuyul yang bekerja
padanya. Biasanya, dunia supramatural ini melibatkan makhluk yang kebanyakan
kita enggan berinteraksi dengannya.
Kini, dunia supranatural tidak lagi dibicarakan sebanyak
dulu. Posisinya, dalam percakapan sehari-hari, digantikan oleh dunia maya.
Begitu sering kita membaca, mendengar, dan mengucapkan “dunia maya” hingga
sering lupa: apa itu dunia maya?
Dunia maya muncul dalam konteks hubungan manusia secara
langsung maupun termediasi oleh alat. Untuk itu, secara sederhana, dunia terbagi
dua: dunia nyata, dan dunia maya. Disebut dunia maya karena ia dianggap kurang
nyata atau tidak senyata dunia nyata.
Istilah untuk dunia maya ini tidak satu. Ada yang
menyebutnya on-line world (dunia dalam jaringan), virtual world (dunia yang
tidak sesungguhnya), cyber world (dunia bentukan komputer), networked societies
(masyarakat berjaringan), dan lainnya. Intinya, sebuah dunia yang kehadirannya
difasilitasi oleh kemajuan teknologi komputer dan internet.
Pertanyaan berikutnya, apakah dunia maya terpisah dari dunia
nyata? Apakah dunia maya berkait dengan dunia nyata? Bagaimana bentuk, level,
dan intensitas keterkaitannya? Ada banyak perdebatan di sini. Bisa jadi satu
disertasi, hehehe.
Nah, untuk disebut “dunia”, ada beberapa aspek yang harus
terpenuhi. Saya berargumen bahwa aspek yang harus dipenuhi agar bisa disebut “dunia”
adalah adanya area/wilayah, adanya penghuni, adanya interaksi, dan adanya
struktur. Dunia nyata, areanya jelas, penghuninya jelas, interaksinya jelas,
dan strukturnya jelas (negara, komunitas, grup, keluarga dan lainnya).
Bagaimana dengan dunia maya?
Apa yang menjadi area dunia maya? Bagaimana bentuk atau
karakteristik area ini? Area dunia maya menjadi mungkin ada atau terbentuk
berkat kehadiran teknologi world wide web (www) yang membuat komputer (dan
tentunya kita sebagai penggunanya) bisa saling terhubung. Inilah areanya.
Inilah “bumi”-nya dunia maya.
Siapa penghuninya? Penghuninya kita, para on-line user, yakni orang-orang (dan
non-orang) yang “tinggal” dan beraktivitas di dunia maya tersebut. User di dunia maya biasanya diwakili
atau hadir dalam bentuk akun (account).
Salah satu bedanya “individu” di dunia nyata dan dunia maya adalah, individu di
dunia maya sulit diidentifikasi jumlahnya, jenis kelaminnya, bahkan nyata atau
tidaknya. Satu orang di dunia nyata bisa memiliki lebih dari satu akun di dunia
maya. Cowok di dunia nyata bisa menyamar sebagai akun yang seolah wanita di
dunia maya, dan lainnya. Selain akun yang memiliki (somewhat) hubungan dengan manusia di dunia nyata, banyak juga akun2
yang murni mesin. Akun yang memang diciptakan. Mereka disebut “bot”.
Interaksi di dunia maya banyak, mulai dari posting, komen,
berbagi (share), serta memberi tanggapan
emosional (like, love, angry, sad, laughing dan lainnya). Interaksi di dunia
maya sangat terbatas bila dibanding interaksi di dunia nyata. Tanggapan
emosional, misalnya, hanya terwakili dalam bentuk reaction (like, love, angry,
sad, dll) dan emoji. Itu salah satu contohnya saja.
Struktur di dunia maya pada dasarnya terdiri dari “pemilik
wilayah” dan mereka yang “berinteraksi dalam wilayah”. Platform, baik platform
media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan sejenisnya), search engine
(Google, karena yang lain sudah seperti kutu saja), messaging app (Telegram,
Whatsapp), user-generated content (Youtube, Flickr, dan sejenisnya) adalah para
“pemilik wilayah”. Kita, para user,
adalah orang-orang yang sekadar “berinteraksi dalam wilayah” yang mereka
sediakan. Karena kita berinteraksi di wilayah mereka, kita pun terpaksa ikut
aturan mereka. Kita menyerahkan data-data kita agar diizinkan menumpang
berinteraksi di sana: alamat email, nomor telepon, foto, dan lainnya. Kita juga
menyerahkan data-data kita (aneka postingan, foto, like, share dan lainnya yang
kita lakukan) untuk mereka koleksi, pelajari, bagi, dan perjualbelikan.
Nah, kapling-kapling di dunia maya kemudian, oleh para ahli
dan praktisi, dikelompok-kelompokkan berdasarkan fungsi utama atau fasilitasi
utama yang mereka tawarkan kepada user. Maka muncullah kategori-kategori seperti:
1. search engine (Google, Yahoo, dsj), 2. user generated content (Youtube,
Flickr, Tumblr, dsj), 3. Media sosial (Faebook, Twitter, Instagram, dsj,
user-generated content bisa masuk kategori media sosial juga), 4. Blog, 5.market
place (E-bay, Alibaba, Amazon, OLX, bukalapak, tokopedia, dll), dan website
(semua yang berbasis di web namun tidak masuk kategori di atas). Website bisa
terdiri dari website pemerintah, perusahaan, media massa, dan lainnya. Semua
yang berjualan berita atau konten utamanya berita, bisa masuk ke dalam kategori
laman berita (news website). Perbedaan yang muncul bukan pada bentuk, tapi pada
kualitas sajian. Dewan Pers misalnya sudah mengkategorisasi laman berita
berdasarkan produknya dan kejelasan produsernya. Apakah yang tidak masuk dalam
daftar Dewan Pers berarti bukan laman berita? Menurut saya, selama jualannya adalah
berita, ya masuk kategori laman berita. Kalau beritanya serampangan, tidak
berdasar, tidak memenuhi kaidah jurnalistik, kita sudah menyediakan kategorinya
”laman berita abal-abal”, hehehe.
sumber ilustrasi: https://www.bilikupdate.com/2018/09/tutorial-jadi-tuyul-online-eth-airdrop-token-crypto.html; https://www.recode.net/2016/4/13/11586098/watch-facebook-social-virtual-reality-demo
WA, Grup Sebelah, dan Pentingnya Verifikasi
Cara Mengenali Fake News:
1. Perhatikan sumbernya. Cari tahu siapa sumber yang menulis dan/atau dikutip. Apa afiliasinya? Apakah kontak dan identitasnya jelas? Bila sumbernya saja tidak jelas, ya wassalam. Tidak usah dilanjutkan membacanya, apalagi sampai mempercayainya.
2. Cek penulisnya. Cari informasi dan rekam jejak penulisnya. Apakah ia sosok nyata? Apakah ia kredibel? Apakah ia layak untuk berbicara tentang topik yang dimaksud?
3. Cek tanggal. Apakah ini berita baru atau berita lama yang disiarkan ulang? Ada informasi yang timeless, tetap relevan kapan pun. Bahwa kemerdekaan Indonesia itu diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945, itu informasi yang timeless. Namun, ada juga informasi yang berbatas waktu. Informasi tentang beasiswa atau bukaan lowongan pegawai negeri sipil, misalnya. Begitu batas akhir masa pendaftaran terlewati, informasi itu tak lagi berguna.
4. Periksa bias kita sendiri. Masing-masing individu memiliki bias, baik karena identitasnya (agamanya, etnisnya, dll), kelompok sosialnya, afiliasi politik, dan harapan-harapannya. Pastikan bias ini tidak terlalu mempengaruhi penilaian kita terhadap berita yang sedang kita kaji.
5. Baca kseluruhan berita. Jangan hanya judul. Di masa kini banyak situs mengandalkan click bait. Mereka membuat judul-judul heboh agar orang tertarik membacanya, tapi ternyata isinya sama sekali tidak seperti judulnya.
6. Adakah sumber pendukungnya? Bila ada, coba klik sumber-sumber tersebut dan nilailah kredibilitasnya. Apakah sumber-sumber ini memperkuat isi artikel?
7. Apakah artikel ini hanya candaan saja? Bila suatu artikel atau tulisan terlihat terlalu aneh, terlalu berani, terlalu tidak masuk akal, jangan-jangan itu cuma satir? Cuma guyonan? Kalau benar demikian, ya jangan ditanggapi terlalu serius dong. Senyumin saja.
8. Tanyalah ahlinya. Ahli ini bisa pustakawan, situs-situs pemeriksa fakta, dan orang yang dikenal kredibel dan paham di bidang yang sedang dibahas.
sumber ilustrasi: http://easytechtools.com/fix-ms-outlook-error-0x800ccc0e/; https://tgstat.com/channel/@darigrupsebelah
Gelembung Algoritma
Media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Tumblr, Instagram, Path, dll), juga perpustakaan besar bernama Google itu, memiliki algoritma masing-masing. Algoritma ini memungkinkan mereka memantau dan memetakan para penggunanya. Tujuan dari pemantauan ini adalah menyajikan informasi yang mereka rangkai sedemikian rupa yang didekatkan atau disesuaikan dengan kesukaan penggunanya. Karena saya suka sekali memutar lagu-lagu Arijit Singh di Youtube, maka Youtube selalu menawari saya lagu-lagu Arijit lain yang belum pernah saya dengar dan konten-konten lain terkait Arijit. Youtube pikir saya menyukainya.
Makin sering Anda mengonsumsi konten mereka, makin dalam Anda "didekatkan" dengan orang-orang lain sesama konsumen konten tersebut. Akibatnya, Anda menjadi jauh lebih sering bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang tersebut, orang-orang yang sebenarnya satu pemikiran dengan Anda. Karena Anda bertemu dengan orang yang sepemikiran, Anda merasa pikiran tersebut benar. Padahal, tentu saja belum tentu. Inilah yang disebut social media bubble, atau yang kata Merlyna Lim algorithmic enclave. Hal ini terjadi pula kepada mereka yang terlalu banyak/sering mengonsumsi konten-konten di kutub satunya lagi, seperti portal-islam.id, VOAIslam, dll.
Jadi, apakah Anda sedang terjebak dalam salah satu bubble?
Rabu, 30 Januari 2019
Data, Metadata, dan Algoritma (3 - Tamat)
Oke, dalam dua tulisan terdahulu saya menulis tentang data dan metadata. Sekarang yang ketiga, algoritma.
Mendengar kata algoritma, saya terbayang rumus-rumus matematika. Seketika saya pusing. Terbayang rumus-rumus yang harus saya hafal dari Sd, SMP, dan SMA tanpa tahu apa kegunaannya (andai kata saya tahu lebih awal kegunaan masing-masing rumus dalam kehidupan sehari-hari, sepertinya saya akan jatuh cinta pada matematika jauh lebih awal). Bagaimana dengan Anda? Semoga tidak seperti saya ya.
Nah, algoritma memang rumus. Dalam konteks topik yang sedang kita bicarakan, algoritma adalah rumus yang sudah ditetapkan oleh si owner platform online untuk mengumpulkan, mengelompokkan, dan mengeksekusi data yang ia peroleh.
Ingat, owner di sini adalah media sosial dan semua platform online yang kita pakai, mulai dari Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Path (alm), Tumblr, Flickr, Reddit, Picasa, Photobucket, Google, Yahoo, aneka situs berita, perbankan, situs porno, situs belanja online, dan lainnya. Algoritma masing-masing owner tentu berbeda, namun pola kerja dasarnya kurang lebih sama.
Supaya lebih mudah memahami, langsung contoh kerjanya saja ya. Mari bicara tentang Like. Facebook akan mencatat semua Like yang pernah kita pencet. Statusnya siapa (baik orang maupun produk) yang sering kita like? Apakah kita me-like hampir semua status teman kita, atau kita me-like status teman tertentu saja?
Bila kita jauh lebih sering me-like status teman kita yang berisi share dari KataKita, misalnya, maka Facebook akan menganggap kita suka pada teman tersebut dan KataKita. Tiap kali teman yang itu meng-update statusnya, status tersebut akan muncul teratas di newsfeed kita. Teman-teman lain yang juga sering men-share KataKita, akan muncul lumayan sering pula di newsfeed kita. Kok bisa? Itu karena algoritma Facebook sudah merumuskan bahwa mereka yang suka dengan x akan disodori x lebih banyak lagi. Akibatnya, kita lebih sering terekspos dengan pembaruan status teman-teman kita yang suka berbagi konten KataKita. Kita makin dijauhkan dari teman-teman yang jarang atau tidak pernah membagi konten KataKita.
Demikian pula sebaliknya. Bila kita sering me-like status teman berisi link portal-islam.id, maka kita akan disuguhi oleh Facebook status teman-teman yang juga sering berbagi postingan portal-islam.id. Kita pun akan "terkepung" oleh mereka.
Contoh lain: bila kita sering me-like Cookpad atau penyedia jasa resep-resep masakan, maka Facebook akan menyediakan iklan terkait masakan dan makanan di wall kita. Mungkin iklan wajan anti lengket, mungkin iklan penyedia makanan sehat, dan lainnya. Intinya, Facebook akan memberi apa yang --menurut pantauan Facebook-- merupakan kesukaan kita. Tahunya dari mana? Dari like kita.
Like bukan satu-satunya "alat sadap" untuk mengetahui perilaku kita. Share, recommend, favorite, love dll adalah bentuk-bentuk alat pantau tersebut.
Jadi, sudah makin ngeri? Hahaha.
Ilustrasi: http://binarybiryani.com/wp-content/uploads/2013/05/Tumblr-India-3.jpg
Data, Metadata, dan Algoritma (2)
Di tulisan pertama saya uraikan tentang apa itu "data". Sekarang, apa itu metadata?
Sederhananya, metadata adalah "data tentang data". Lo, maksudnya?
Kita ambil contoh salah satu bentuk data: foto. Di dalam foto yang kita unggah ke media sosial, ada data tentang foto itu sendiri. Misalnya, kamera apa yang dipakai untuk mengambil foto tersebut? Kapan foto itu diambil? Di mana lokasi tempat foto itu diambil? Dengan software atau aplikasi apa foto itu diedit sebelum diposting? Apakah foto itu asli atau hasil montase? Bila dimontase, kapan foto itu dimontase?
Bicara tentang montase, saya jadi Roy Suryo. Beliau ini yang, sebelum menjadi Menpora di era Presiden SBY, paling sering dimintai pendapat oleh media massa untuk memastikan apakah sebuah foto asli atau tidak. Biasanya sih foto-foto "aduhai" yang membuat si pemilik foto jantungan.
Jangan salah, status di media sosial (termasuk tulisan yang sedang Anda baca ini), adalah sebentuk data. Dan, ada METADATA dalam status saya ini. Bentuk metadata atas status saya ini misalnya: dari IP address mana saya menuliskan artikel ini? Kapan saya menuliskannya? Di mana lokasi saya menuliskannya? Apakah artikel ini saya ketik di halaman Facebook atau saya copy-paste dari Word? Itu semua adalah data tentang data, yakni data tentang artikel yang sedang Anda baca ini.
Kita, sebagai si pembuat data, mungkin malah tidak ingat kapan dan di mana sebuah artikel, status, foto dan lainnya kita bikin. Tapi si owner, si platform media sosial (dan bentuk penyedia jasa lain di ranah online), ingat persis. Mereka menyimpan semua METADATA atas data yang kita setor. Kalau metadata ini dibuka oleh owner, maka identitas si pembuat data mudah saja dilacak. Kadang, metadata bisa dibuka tanpa harus meminta dibukakan oleh si owner. Ada aplikasi dan kemampuan tertentu yang bisa membuka metadata ini. Karena itu, jaringan penyebar hoax bisa ditelusuri. Tinggal mau atau tidak menelusurinya. Sampai mana penelusuran akan dilakukan, serta mana duluan yang ditelusuri. MCA dulu atau Saracen dulu? Atau barengan antara penyebar hoax yang dianggap pro pemerintah maupun yang dianggap kontra pemerintah?
Jadi, ketika Anda, misalnya, menyebarkan berita bohong pakai akun anonim, menggunakan bukan nama Anda dan tidak pakai avatar apa pun, serta Anda menuliskannya dari sebuah warnet kumuh di sebuah desa yang namanya tak ada di peta, atau dari ponsel murah buatan China dengan kartu SIM sekali pakai, Anda tidak boleh merasa aman. Jejak Anda bisa ditelusuri kapan saja.
Makin merasa tidak aman? Hahaha. (Bersambung)
Sederhananya, metadata adalah "data tentang data". Lo, maksudnya?
Kita ambil contoh salah satu bentuk data: foto. Di dalam foto yang kita unggah ke media sosial, ada data tentang foto itu sendiri. Misalnya, kamera apa yang dipakai untuk mengambil foto tersebut? Kapan foto itu diambil? Di mana lokasi tempat foto itu diambil? Dengan software atau aplikasi apa foto itu diedit sebelum diposting? Apakah foto itu asli atau hasil montase? Bila dimontase, kapan foto itu dimontase?
Bicara tentang montase, saya jadi Roy Suryo. Beliau ini yang, sebelum menjadi Menpora di era Presiden SBY, paling sering dimintai pendapat oleh media massa untuk memastikan apakah sebuah foto asli atau tidak. Biasanya sih foto-foto "aduhai" yang membuat si pemilik foto jantungan.
Jangan salah, status di media sosial (termasuk tulisan yang sedang Anda baca ini), adalah sebentuk data. Dan, ada METADATA dalam status saya ini. Bentuk metadata atas status saya ini misalnya: dari IP address mana saya menuliskan artikel ini? Kapan saya menuliskannya? Di mana lokasi saya menuliskannya? Apakah artikel ini saya ketik di halaman Facebook atau saya copy-paste dari Word? Itu semua adalah data tentang data, yakni data tentang artikel yang sedang Anda baca ini.
Kita, sebagai si pembuat data, mungkin malah tidak ingat kapan dan di mana sebuah artikel, status, foto dan lainnya kita bikin. Tapi si owner, si platform media sosial (dan bentuk penyedia jasa lain di ranah online), ingat persis. Mereka menyimpan semua METADATA atas data yang kita setor. Kalau metadata ini dibuka oleh owner, maka identitas si pembuat data mudah saja dilacak. Kadang, metadata bisa dibuka tanpa harus meminta dibukakan oleh si owner. Ada aplikasi dan kemampuan tertentu yang bisa membuka metadata ini. Karena itu, jaringan penyebar hoax bisa ditelusuri. Tinggal mau atau tidak menelusurinya. Sampai mana penelusuran akan dilakukan, serta mana duluan yang ditelusuri. MCA dulu atau Saracen dulu? Atau barengan antara penyebar hoax yang dianggap pro pemerintah maupun yang dianggap kontra pemerintah?
Jadi, ketika Anda, misalnya, menyebarkan berita bohong pakai akun anonim, menggunakan bukan nama Anda dan tidak pakai avatar apa pun, serta Anda menuliskannya dari sebuah warnet kumuh di sebuah desa yang namanya tak ada di peta, atau dari ponsel murah buatan China dengan kartu SIM sekali pakai, Anda tidak boleh merasa aman. Jejak Anda bisa ditelusuri kapan saja.
Makin merasa tidak aman? Hahaha. (Bersambung)
Data, Metadata, dan Algoritma (1)
Shihab bingung. Mengapa sekarang banyak sekali iklan Lenovo di akun Facebook-nya? Perasaan, dia tidak pernah cari-cari info tentang Lenovo? Kawan, Shihab lupa bahwa dia, dalam dua hari belakangan itu, ber-facebook ria pakai hape barunya. Hape Lenovo. Dan, Facebook tahu itu! Karena itu, yuk kita pahami tentang data, metadata, dan algoritma.
Data adalah informasi apa pun yang kita suplai ke suatu platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dll. Nama kita, alamat e-mail, foto kita (mulai dari yang rapi berjas dan berdasi sampai foto dengan bibir dimonyongin 1 kilometer), status kita (menikah, in a relationship, complicated, #PhDJomblo dan lainnya) dan yang sejenis itu adalah DATA. Data ini dapat dilihat oleh kita dan orang lain, sesuai seting yang kita tetapkan padanya. Karena itu ada orang-orang yang memajang semua datanya di kolom "About" akun facebooknya, ada juga yang kolom "About"-nya kosong melompong. Bukan berarti mereka tidka punya identitas, hanya saja mereka tidak membukanya kepada kita. Itulah yang namanya privacy seting alias seting privasi. Dengan seting ini kita bisa mengatur siapa yang bisa melihat data kita, juga postingan kita. Foto yang kita tetapkan "only me" di Facebook, misalnya, hanya bisa dilihat oleh kita, orang lain tidak bisa melihatnya.
Eits, itu belum sepenuhnya. Kita bukan satu-satunya pemilik data tersebut. Owner, alias platform tempat kita menyetor data tersebut, pada akhirnya menjadi pemilik data kita pula. Artinya, semua platform media sosial yang kita pakai, juga penyedia jasa online lainnya (Google, Grammarly, Wordpress, Kompasiana, situs bank yang kita pakai, situs porno yang kita datangi, dll) menjadi PEMILIK pula dari data kita. Bahkan setelah kita hapus pun BELUM TENTU data di gudang penyimpanan mereka ikut terhapus pula. Jadi meskipun Bu Dendy, misalnya, sudah menghapus video-nya yang viral itu, video tersebut tetap ada. Nih contohnya:
Pertama, mungkin ada banyak orang lain yang saking senangnya akhirnya tetap menyimpan video tersebut. Kedua, platform tempat video tersebut dibagikan sangat mungkin masih menyimpannya.
Atau, pernahkah Anda mengata-ngatai orang ternama atau kelompok tertentu? Mengata-ngatai orang terkenal kan salah sara untuk terkenal juga? Hahaha. Banyak kan yang begitu bersemangat mengata-ngatai orang lain dengan sebutan "onta", "bumi datar", "sumbu pendek", "kafir", "babi", "komunis", "radikal" dan lainnya?
Sebagian orang yang sadar, lalu menghapus sumpah serapah tersebut. Tapi, sumpah serapah itu tidak serta merta hilang. Pertama, sangat mungkin ada orang lain yang menyimpannya. Ada yang suka men-screen shoot hal seperti itu. Kedua, lagi-lagi, platform yang Anda pakai untuk marah-marah itu tetap menyimpan bentuk kemarahan Anda tadi. Inilah yang dinamakan JEJAK DIGITAL.
Jadi, apakah anda sudah mulai merasa harus berhati-hati? (Bersambung)
Data adalah informasi apa pun yang kita suplai ke suatu platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dll. Nama kita, alamat e-mail, foto kita (mulai dari yang rapi berjas dan berdasi sampai foto dengan bibir dimonyongin 1 kilometer), status kita (menikah, in a relationship, complicated, #PhDJomblo dan lainnya) dan yang sejenis itu adalah DATA. Data ini dapat dilihat oleh kita dan orang lain, sesuai seting yang kita tetapkan padanya. Karena itu ada orang-orang yang memajang semua datanya di kolom "About" akun facebooknya, ada juga yang kolom "About"-nya kosong melompong. Bukan berarti mereka tidka punya identitas, hanya saja mereka tidak membukanya kepada kita. Itulah yang namanya privacy seting alias seting privasi. Dengan seting ini kita bisa mengatur siapa yang bisa melihat data kita, juga postingan kita. Foto yang kita tetapkan "only me" di Facebook, misalnya, hanya bisa dilihat oleh kita, orang lain tidak bisa melihatnya.
Eits, itu belum sepenuhnya. Kita bukan satu-satunya pemilik data tersebut. Owner, alias platform tempat kita menyetor data tersebut, pada akhirnya menjadi pemilik data kita pula. Artinya, semua platform media sosial yang kita pakai, juga penyedia jasa online lainnya (Google, Grammarly, Wordpress, Kompasiana, situs bank yang kita pakai, situs porno yang kita datangi, dll) menjadi PEMILIK pula dari data kita. Bahkan setelah kita hapus pun BELUM TENTU data di gudang penyimpanan mereka ikut terhapus pula. Jadi meskipun Bu Dendy, misalnya, sudah menghapus video-nya yang viral itu, video tersebut tetap ada. Nih contohnya:
Pertama, mungkin ada banyak orang lain yang saking senangnya akhirnya tetap menyimpan video tersebut. Kedua, platform tempat video tersebut dibagikan sangat mungkin masih menyimpannya.
Atau, pernahkah Anda mengata-ngatai orang ternama atau kelompok tertentu? Mengata-ngatai orang terkenal kan salah sara untuk terkenal juga? Hahaha. Banyak kan yang begitu bersemangat mengata-ngatai orang lain dengan sebutan "onta", "bumi datar", "sumbu pendek", "kafir", "babi", "komunis", "radikal" dan lainnya?
Sebagian orang yang sadar, lalu menghapus sumpah serapah tersebut. Tapi, sumpah serapah itu tidak serta merta hilang. Pertama, sangat mungkin ada orang lain yang menyimpannya. Ada yang suka men-screen shoot hal seperti itu. Kedua, lagi-lagi, platform yang Anda pakai untuk marah-marah itu tetap menyimpan bentuk kemarahan Anda tadi. Inilah yang dinamakan JEJAK DIGITAL.
Jadi, apakah anda sudah mulai merasa harus berhati-hati? (Bersambung)
Senin, 28 Januari 2019
prayforsurabaya_Coding Manual for Content Analysis
Name of Posters
Type of posters
1. Individuals
2. Prominent individuals (celebrity, band, political candidates,
3. Corporations, companies (including online shop), brands, and products
4. Mass media and online news media outlets
5. Government bodies, government officials, political parties
6. Non-government organizations, universities, sports organizations
7. Communities, fans club, religious groups, hobby groups, associations, forums, politicians
supporter groups
8. Undefined
9. Others
Date of posts
1. The day of the first attack
2. H+1
3. H+2
4. H+3
5. H+4 and beyond
Geo-location
1. Surabaya and Sidoarjo
2. East Java Province other than Surabaya and Sidoarjo
3. Indonesia other than East Java Province
4. Overseas
5. Unidentifiable
Contents of posts
Main Points of post' contents
1. Resilience and resistance slogans
2. Call for unity
3. Sympathy, empathy, condolences
4. Accusation, anger, condemnation, blaming
5. Stereotype, label, defence, or opposition to them
6. Analysis
7. Report of the events (including picture and video of the terror attack and related event)
8. Islamic teachings
9. Christianity teachings
10. Appeal not to share pictures and videos of terror attacks' victims and not to call the attack as
political diversion
11. Profiles and stories about the terror attacks' victims
12. Statements from prominent figures
13. Political statements and/or statements from politicians and political parties
14. Private activity, picture, product, occasion
15. Statement that terrorism and/or terrorists have no religion
16. Others
Privacy setting
1. Public
2. Friends
3 = Customized
Illustrations/Links
1. Without illustrations/links
2. With illustrations/links
Types of illustrations and links
1. Pictures and/or videos of terror attack scenes
2. Pictures and/or videos of the terrorists
3. Quotes, pictures, or videos of resilience and resistance slogans
4. Quotes, pictures, or videos urging for unity
5. Quotes, pictures, or videos showing sympathy, empathy, and condolences
6. Quotes, pictures, or videos showing accusation, anger, condemnation, blaming
7. Quotes, pictures, or videos showing stereotype, label, or opposition to them
8. Quotes, pictures, or videos of Islamic teaching
9. Quotes, pictures, or videos of Christianity teachings
10. Quotes, pictures, or videos of government officials
11. Profiles of terror attacks' victims
12. Quotes, pictures, or videos of prominent figures
13. Quotes, pictures, or videos from politicians, political parties, and political candidates
14. Pictures or videos of private activies, businesses or products
15. Quotes, pictures, or videos stating that terrorism and/or terrorists have no religion
16. Quotes, pictures, or videos urging not to share victim’s pictures/videos and statement stating that
the terror acts were political diversion
17. Others
Main Points of Pictures/Illustration/Links
1. Resilience and resistance slogans
2. Call for unity
3. Sympathy, empathy, condolences
4. Accusation, anger, condemnation, blaming
5. Stereotype, label, defence, or opposition to them
6. Analysis
7. Report of the events (including picture and video of the terror attack and related event)
8. Islamic teachings
9. Christianity teachings
10. appeal not to share pictures and videos of terror attacks' victims and not to call the attack as
political diversion
11. Profiles and stories about the terror attacks' victims
12. Statements from prominent figures
13. Political statements and/or statements from politicians and political parties
14. Private activity, picture, product, occasion
15. Statement that terrorism and/or terrorists have no religion
16. Others
Type of posters
1. Individuals
2. Prominent individuals (celebrity, band, political candidates,
3. Corporations, companies (including online shop), brands, and products
4. Mass media and online news media outlets
5. Government bodies, government officials, political parties
6. Non-government organizations, universities, sports organizations
7. Communities, fans club, religious groups, hobby groups, associations, forums, politicians
supporter groups
8. Undefined
9. Others
Date of posts
1. The day of the first attack
2. H+1
3. H+2
4. H+3
5. H+4 and beyond
Geo-location
1. Surabaya and Sidoarjo
2. East Java Province other than Surabaya and Sidoarjo
3. Indonesia other than East Java Province
4. Overseas
5. Unidentifiable
Contents of posts
Main Points of post' contents
1. Resilience and resistance slogans
2. Call for unity
3. Sympathy, empathy, condolences
4. Accusation, anger, condemnation, blaming
5. Stereotype, label, defence, or opposition to them
6. Analysis
7. Report of the events (including picture and video of the terror attack and related event)
8. Islamic teachings
9. Christianity teachings
10. Appeal not to share pictures and videos of terror attacks' victims and not to call the attack as
political diversion
11. Profiles and stories about the terror attacks' victims
12. Statements from prominent figures
13. Political statements and/or statements from politicians and political parties
14. Private activity, picture, product, occasion
15. Statement that terrorism and/or terrorists have no religion
16. Others
Privacy setting
1. Public
2. Friends
3 = Customized
Illustrations/Links
1. Without illustrations/links
2. With illustrations/links
Types of illustrations and links
1. Pictures and/or videos of terror attack scenes
2. Pictures and/or videos of the terrorists
3. Quotes, pictures, or videos of resilience and resistance slogans
4. Quotes, pictures, or videos urging for unity
5. Quotes, pictures, or videos showing sympathy, empathy, and condolences
6. Quotes, pictures, or videos showing accusation, anger, condemnation, blaming
7. Quotes, pictures, or videos showing stereotype, label, or opposition to them
8. Quotes, pictures, or videos of Islamic teaching
9. Quotes, pictures, or videos of Christianity teachings
10. Quotes, pictures, or videos of government officials
11. Profiles of terror attacks' victims
12. Quotes, pictures, or videos of prominent figures
13. Quotes, pictures, or videos from politicians, political parties, and political candidates
14. Pictures or videos of private activies, businesses or products
15. Quotes, pictures, or videos stating that terrorism and/or terrorists have no religion
16. Quotes, pictures, or videos urging not to share victim’s pictures/videos and statement stating that
the terror acts were political diversion
17. Others
Main Points of Pictures/Illustration/Links
1. Resilience and resistance slogans
2. Call for unity
3. Sympathy, empathy, condolences
4. Accusation, anger, condemnation, blaming
5. Stereotype, label, defence, or opposition to them
6. Analysis
7. Report of the events (including picture and video of the terror attack and related event)
8. Islamic teachings
9. Christianity teachings
10. appeal not to share pictures and videos of terror attacks' victims and not to call the attack as
political diversion
11. Profiles and stories about the terror attacks' victims
12. Statements from prominent figures
13. Political statements and/or statements from politicians and political parties
14. Private activity, picture, product, occasion
15. Statement that terrorism and/or terrorists have no religion
16. Others
prayforsurabaya_Data1_query result_Surabaya and Victim concepts
Query Results
Query:NAME:Surabaya AND WORD:korban
Matches 1 to 10 of 25
1. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~3.html/1/1_563
Mari kita doakan semoga keluarga korban diberi ketabahan, dan kondisi di Surabaya kembali aman dan kondusif. Amin.
2. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~3.html/1/1_565
Note:
Bagi siapapun yang memilik foto korban tolong jangan dishare, kita redam kepanikan dan gunakan waktu untuk berdoa untuk para korban dan keamanan Surabaya.
Bagi siapapun yang memilik foto korban tolong jangan dishare, kita redam kepanikan dan gunakan waktu untuk berdoa untuk para korban dan keamanan Surabaya.
3. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~4.html/1/1_855
Mari kita doakan semoga keluarga korban diberi ketabahan, dan kondisi di Surabaya kembali aman dan kondusif. Amin.
4. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~4.html/1/1_857
Note:
Bagi siapapun yang memilik foto korban tolong jangan dishare, kita redam kepanikan dan gunakan waktu untuk berdoa untuk para korban dan keamanan Surabaya.
Bagi siapapun yang memilik foto korban tolong jangan dishare, kita redam kepanikan dan gunakan waktu untuk berdoa untuk para korban dan keamanan Surabaya.
5. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~1.html/1/1_72
"Keluarga besar Persebaya Surabaya turut berduka atas jatuhnya korban akibat insiden bom di beberapa titik di Surabaya. Persebaya juga mengutuk keras segala tindangan pengecut dan tidak manusiawi ini," tulis keterangan foto akun Instagram @officialpersebaya.
6. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~2.html/1/1_350
“
Gwu Turut berduka cita atas tragedi peledakan bom Surabaya, smg korban meninggal mendapatkan tempat terbaik disisi Nya. Keluarga yg ditinggalkan diberikan kesabaran.
Gwu Turut berduka cita atas tragedi peledakan bom Surabaya, smg korban meninggal mendapatkan tempat terbaik disisi Nya. Keluarga yg ditinggalkan diberikan kesabaran.
7. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~4.html/1/1_868
From Instakatolik
#prayforsurabaya
#prayforindonesia Keluarga besar Persitara mengucapkan turut berduka cita untuk semua korban Bom di Surabaya.
#prayforsurabaya
#prayforindonesia Keluarga besar Persitara mengucapkan turut berduka cita untuk semua korban Bom di Surabaya.
8. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~6.html/1/1_1307
Keluarga Besar Dompet Dhuafa turut Berduka cita kepada para korban dan keluarga korban yang ditinggalkan. #PRAYFORSURABAYA #PRAYFORSIDOARJO
#SIDOARJOBERANI #SURABAYAWANI
BERSATU LAWAN TERORIS #prayforsurabaya Surabaya oh surabaya ket tangi ndelok tipi moro onok brita ngenek.
#SIDOARJOBERANI #SURABAYAWANI
BERSATU LAWAN TERORIS #prayforsurabaya Surabaya oh surabaya ket tangi ndelok tipi moro onok brita ngenek.
9. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~6.html/1/1_1396
Kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob Jakarta dan pengeboman yang terjadi di Surabaya serta Sidoarjo telah menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dari pihak kepolisian & masyarakat. Oleh karena itu, mari mulai sekarang kita satukan tekad perangi terorisme!
10. /leximancer-prayforsurabaya-1.txt/leximancer-prayforsurabaya-1~6.html/1/1_1410
Mari kita panjatkan doa bersama untuk para korban dan semoga kota Surabaya tetap menjadi kota yang aman & tentram.
prayforsurabaya_Data2_query result_Muslim and Terrorist concepts
Query Results
Query:NAME:Muslim AND WORD:terrorist
Matches 1 to 10 of 10
1. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_99
against stereotyping; identity, I am a Muslim and I am not a terrorist
2. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_94
Who are you terrorists? Why did you bomb the christians going to the church and kill Muslim going to the mosque
3. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_328
I am an Indonesian, a Muslim and am not a terrorist. Terrorism is not Islamic teaching.
4. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_51
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
5. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_72
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
6. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_105
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
7. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_205
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
8. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_256
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
9. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_288
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
10. /leximancer-prayforsurabaya-2.docx/leximancer-prayforsurabaya-2~1.html/1/1_305
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
prayforsurabaya_content of illustrations or links (data 2)
Main points of pictures and other illustrations (PERLU DITELITI LAGI)
|
Wreath, expression of condolences
|
Islamic teaching; killing is only allowed for self-defense and that anyone saving the life of an individual is regarded as saving all humankind.
|
Own activity
|
resilience, we are not afraid
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
Relations between religions and terrorism; Stop blaming religions for terror attacks. Terrorism has no religion
|
Resilience; We are not afraid
|
Condemnation, condemning the terror attacks
|
News article, how the brain responding to pictures of charred human flesh
|
Own activity
|
A London bus with banner read "Prophet Muhammad; the light of life, teacher of truths, a blessing for the believers"
|
Sympathy, prayforsurabaya
|
Analysis; teror attack as a way to segregate the communityThe banner read "The mosque was sent 'crazy people' to kill the clerics and mosque coordinators, the church was sent a bomb to kill the congregation. This is an act of segregating the communities. Don't be provoked".
|
Own activity
|
Prominent figure; government official; the mayor of Surabaya cried at the terror scene
|
Resilience, we will not be divided, stands strong
|
Resilience; we are not afraid, Indonesia our land
|
Own activity
|
Resilience; to keep the tolerance and love the peace
|
Resilience; do not be afraid to go to the church
|
Statement; those who consider terror attack as merely a political diversion are worse than the terrorists.
|
Against stereotyping; wearing a burqa does not mean a terrorist, terrorism is not part of Islamic teachings
|
Jesus illustration
|
news article about the terror attack
|
Information; Schools are closed due to terror attacks
|
sympathy; prayforsurabaya
|
sympathy; sholawat
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
Islamic teaching; Islam teaches tolerance not hate, brotherhood not hostility, and peace not violence.
|
Sympathy; let's pray for Surabaya
|
Sympathy, let's pray for our brothers and sisters in Surabaya
|
Christian teaching; being persecuted is the risk of being Christian
|
Sympathy, prayforsurabaya
|
Some people regard terror acts as political diversion
|
Resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
Picture of Jokowi and Ahok
|
Christian religius preach; take a shelter; do not be afraid; do not revenge; spread love.
|
Christian religius preach; do not be afraid; do not revenge; spread love.
|
Figures of victims; Bayu; a security volunteer trying to stop the terrorists from entering the church
|
Condolences
|
Stop sharing victims' photos and videos
|
Stop sharing victims' photos and videos
|
Sympathy; Resilience
|
Figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
Figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
Resilience; ecclesiastical song
|
Own political statement
|
Condemnation; Resilience, we are not afraid; Sympathy, prayforsurabaya
|
Analysis; teror attack as a way to segregate the communityThe banner read "The mosque was sent 'crazy people' to kill the clerics and mosque coordinators, the church was sent a bomb to kill the congregation. This is an act of segregating the communities. Don't be provoked".
|
Resilience; Indonesia is united againts terrorism
|
Resilience; ecclestial song
|
Sympathy, prayforsurabaya
|
Social experiment video, giving a hug to woman with burqa to see whether people are afraid of them or not.
|
Resilience; solidarity; the candlelight moment of support
|
Islamic teaching; Islamic ethics of war not to kill children and women, not to destroy the church. It is in the time of war, of course it is even better in the time of peace. #trial the terrorists strictly
|
Stop sharing victims' photos and videos, otherwise it means you are helping the terrorist spreading fear
|
Resilience; do not be divided, take care of Indonesia
|
Resilience; we are Indonesians regardless our ethnicity and religion
|
Video collage of terror's victims
|
Children victim of the tTerror acts
|
Political party statement condemning the terror attack
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
Solidarity; unity; Muslim women in church
|
Picture of church
|
Statement of prominent figure; londokampung; calling for unity, strength, and cooperation againts terrorism
|
Sympathy, prayforsurabaya
|
Resilience; sympathy, we are not afraid, unity
|
Sad national song
|
Resilience; we are not afraid, unity
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Analysis, Surabaya terror attack as the new trend of the old pattern
|
Own activity
|
Against stereotyping; wearing a burqa does not mean a terrorist
|
Against stereotyping; wearing a burqa does not mean a terrorist; terrorism is not Islamic teaching
|
Sympathy, prayforsurabaya
|
Stop sharing victims' photos and videos
|
Resilience, stay strong Surabaya
|
Prominent figure's Statement, Pope's Statement on Surabaya terror attack
|
unity, We are Indonesians; sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforIndonesia
|
Relations between religion and terrorism, terrorism has no religion, no religion teaches terror; resilience, we are not afraid, united againts terrorism
|
Parenting, The need to be friend with anyone, to be open, to respect and accept differences
|
sympathy, condolences for Surabaya and Indonesia
|
Who are you terrorists? Why did you bom the christians going to the church and kill Muslim going to the mosque
|
ecclestial song
|
sympathy, prayforsurabaya
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
against stereotyping; identity, I am a Muslim and I am not a terrorist
|
own activity
|
prominent figure's quotes' we can kill terrorist with guns and we can kill terrorism with education
|
figures of victims; Bayu; a security volunteer trying to stop the terrorists from entering the church
|
funny video
|
pictures of kid victims of terror attacks elsewhere
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
resilience, we are not afraid
|
resilience, the candlelight moment of support
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
resilience, sympathy, questioning what make a terrorist and that terrorist is responsible to create more atheist-prone new generation
|
sympathy, prayforsurabaya
|
resilience, moment of support and defiance
|
symbol of Catholic priest
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Song, Indonesian unity
|
resilience
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
stereotype, Muslim as suspect everytime a terror attack is taking place
|
against stereotype; terrosim is not jihad
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
equalizing the religious-driven terror attack with religious-ethnic-driven bloody conflict in
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
sympathy, prayforsurabaya; resilience, we are not afraid
|
equalizing the religious-driven terror attack with religious-ethnic-driven bloody conflict in
|
prominent figure; government official; the mayor of Surabaya inspected the terror scene
|
Analysis; teror attack as a way to segregate the communityThe banner read "The mosque was sent 'crazy people' to kill the clerics and mosque coordinators, the church was sent a bomb to kill the congregation. This is an act of segregating the communities. Don't be provoked".
|
resilience, candlelight moment of support
|
News
|
Against and condemn those who regard the terror attack as political diversion
|
Against stereotyping; wearing a burqa does not mean a terrorist
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
resilience, we are not afraid; do not share the pictures and videos of terror victims
|
questioning the ideological and religious motive of terrorist
|
questioning the ideological and religious motive of terrorist
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
christianity religious statement; the way we react to saddening event determines our faith
|
Against stereotyping, terror attack is not jihad.
|
christian teaching; being persecuted is the risk of being Christian
|
own picture
|
unity symbol
|
sympathy, prayforsuraaya
|
resilience, do not be agraid to go to the church; sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
social experiment, a Japanese said that Muslims are not scary. He asked people to hug him if they share the same opinion.
|
resilience, candlelight moment of support
|
Mourning. Is the terror attack a reflection of the current political situation?
|
sympathy
|
Against stereotyping, Islam is not equal to terrorist; questioning the true identity of terrorist and the true motive of terrorism
|
own activity
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
figures of victims; Bayu; a security volunteer trying to stop the terrorists from entering the church
|
resilience, we are not afraid
|
prominent figure; government official; the mayor of Surabaya inspected the terror scene
|
against stereotyping, Islam is not equal to terrorist
|
City buildings
|
sympathy, stand strong beside Surabaya
|
figures of victims; Daniel, a teenager who was killed when preventing the terrorists from entering the church.
|
own picture
|
resilience, we are not afraid
|
christian teaching, to love and to forgive
|
The diversity of pepole of Surabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya; Resilienc, we are not afraid
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
sympathy, prayforsurabaya; resilience' we are not afraid
|
resilience; do not be divided, take care of Indonesia
|
symbol of unity
|
own picture
|
Against stereotyping, Islam is not equal to terrorist; qresilience, we are not afraid
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, resilience, unity
|
sympathy
|
stop all sorts of terrorism which ruin Indonesia
|
sympathy, prayforIndonesia
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Indonesian flag
|
own picture
|
sympathy
|
Song, unity of Indonesia
|
Song, love of Indonesia
|
Javanese song
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, terror as a form of discrediting Islam
|
Against stereotyping, terror act is not jihad
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
christian prayer
|
Statement of prominent figure; londokampung; unity and be strong againts terrorism
|
christian teaching; being persecuted is the risk of being Christian
|
own picture
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Quote from Gus Dur, humans must respect humans and humanity to resperct their creator
|
prominent religious leader statement, terrorism is not originated from religion but insanity and arrogance
|
condemnation
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Song, "Imagine" by John Lennon
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Map, location of the terror attack
|
City landscape
|
sympathy, prayforsurabaya
|
own picture
|
resilience, united against terrorist
|
Against stereotyping, terrorism is a crime and not a command from God
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Heroic act, saving the child of terrorist at the terror scene
|
own website
|
sympathy, prayforsurabaya; resilience, we are not afraid
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Political Statement, the state should be present to protect the citizen from terror attack
|
News, churches are temporarily closed due to secutrity concern
|
sympathy, prayforsurabaya
|
resilience
|
Pope Fransicus offered prayer for terror victims
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Against stereotyping, Islam is not equal to terrorism; do not equalize terror attack to Muslim groups and Muslim-initiated activism such as #gantipresiden
|
Political statement
|
sympathy, prayforsurabaya; resilience
|
sympathy, prayforsurabaya
|
islamic teaching; killing is only allowed for self-defense and that anyone saving the life of an individual is regarded as saving all humankind.
|
Picture of a cross
|
sympathy, prayforindonesia
|
Empty shopping centers
|
A post asking for those wearing burqa to be drowned
|
In memoriam of the child victim of the terror attack
|
islamic teaching, islamic virtue that Muslims should keep the security of any pedestrian, hence it is impossible for Islam to teach Muslims doing terror and spread damage
|
We are proud to be Christians because our church was bombed by the terrorists! Our church was set on fire, we did not demo and attack the country. our church was closed, we just cried and said God must provide us solution. our church is ostracized, we don't hold grudges even we don't intend to kill the people who do it. Our religion is harassed and insulted, we just smile and say God's blessings then love. Our monks and nuns and our Bible were chided, we did not move to ignite the fire of war but instead we prayed and realized this was part of God's plan. We were taught not to kill even if we were killed, did not hold grudges despite being oppressed, did not retaliate despite being hurt. I am proud of being a follower of Christ because the treasures and teachings that are most valuable to me are: love your enemies and forgive them even though you are oppressed and persecuted. Thank you Jesus. Your love has saved me.
|
Deep condolences for the victims of terrorism
|
sympathy, prayforsurabaya
|
resilience; do not be divided, take care of Indonesia
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
sympathy, prayforsurabaya
|
islamic teaching; killing is only allowed for self-defense and that anyone saving the life of an individual is regarded as saving all humankind.
|
stop share pictures and videos of the terror victims
|
stop share pictures and videos of the terror victims, otherwise you are ahelping them spread the fear
|
condemnation, those consider terror attack as political diversion are worse than the terrorists
|
Pope Francis ofered prayer for the victims of Surabaya terror attack
|
islamic teaching, peaceful non-Muslims must be respected and protected
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
resilience, terrorism is the enemy of us all
|
Analysis; teror attack as a way to segregate the communityThe banner read "The mosque was sent 'crazy people' to kill the clerics and mosque coordinators, the church was sent a bomb to kill the congregation. This is an act of segregating the communities. Don't be provoked".
|
Report social media accounts whoprovoke the public
|
figures of victims; Bayu; a security volunteer trying to stop the terrorists from entering the church
|
Promoting own business
|
Pope Francis offer prayer for the victims of Surabaya terror attack
|
stop sharing the pictures and videos of the terror victims
|
islamic teaching, islamic virtue that Muslims should keep the security of any pedestrian, hence it is impossible for Islam to teach Muslims doing terror and spread damage
|
stop sharing the pictures and videos of the victims of the terror attack
|
sympathy, prayforsurabaya; unity, stay safe stay together
|
islamic teaching, islam prohibit the killing of innocent people
|
condemnation
|
The emblem of Ansor and Banser
|
Garuda Pancasila and the urge for unity
|
Against stereotyping, suicide bombing is not jihad
|
christian teaching, do not respond to a crime by doing another crime
|
resilience, we are not afraid
|
resilience, we are not afraid
|
sympathy, prayforsurabaya
|
islamic teaching, peaceful non-Muslims must be respected and protected
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
sympathy, prayforsurabaya
|
Our church was set on fire, we did not demo. Our religion is insulted, we just keep quiet and pray. We are said to be infidels, we can only say "God bless". Our Bible was burned, we could only stroke our chest and cry. Our Lord Jesus is despicable, we just say, "Lord Jesus, please forgive them"christianity is love, forgiveness, patience, and mutual respect. Jesus bless all #proudtobechristian
|
pictures of the terrorists
|
History; the peace accord between Propher Muhammad and non-Muslims that the prophet will protect them.
|
Aspiration, to kill the terrorists on the spot without trial
|
christian teaching; being persecuted is the risk of being Christian
|
resilience; sympathy; the candlelight moment of support
|
resilience, we re not afraid
|
sympathy, music concert for the people of Surabaya
|
Do not share the pictures and videos of the terror victims
|
Song, You Are on My Side oleh Kim Walker-Smith
|
Statement of prominent figure (Bachtiar Nashir, one of prominent Muslim figures) stating that the terrorist were hijacking Islam, Muslims not to be lured by provocative online accounts/websites supporting the terror acts, and that Muslim and non Muslim Indonesians are brothers.
|
resilience (will not surrender to terror acts, are not afraid of it, Indonesia is our land)
|
definition of terrorist (terrorists are not only those executing the bombing but also those who support it in the social media)
|
Statement of prominent figure (Jorge Lorenzo)
|
Metaphor (symbolizing strength against aggressive attack)
|
resilience, we are not afraid
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya; resilience, we are not afraid
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
sympathy, prayforsurabaya
|
group pose
|
own picture
|
promotional material, landscape
|
symbol of grief, black
|
sympathy
|
Against stereotype, terror act is not jihad
|
Do not share the pictures and videos of the terror victims
|
Statement of political candidate
|
resilience, sympathy, Candle flame, symbol of grief and spirit
|
Veil is not equal to terrorism, Islam is always suspected when terror act occurs, wearing burqa is a way to express religious belief
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
I am an Indonesian, a Muslim and am not a terrorist. Terrorism is not Islamic teaching.
|
Picture of Gus Mus
|
Islamic teaching; islamic ethics of war. Don't kill women; don't kill babies; don't kill children; do not kill older people; don't kill religious leaders; do not torture; do not destroy the place of worship; may only kill animals for food; fulfill the agreement; don't force other people to become Muslims; don't cut the trees; tried death bodies with respect; do not destroy buildings; treat prisoners well and feed them; don't attack all those who have surrender.
|
Langganan:
Postingan (Atom)