Media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Tumblr, Instagram, Path, dll), juga perpustakaan besar bernama Google itu, memiliki algoritma masing-masing. Algoritma ini memungkinkan mereka memantau dan memetakan para penggunanya. Tujuan dari pemantauan ini adalah menyajikan informasi yang mereka rangkai sedemikian rupa yang didekatkan atau disesuaikan dengan kesukaan penggunanya. Karena saya suka sekali memutar lagu-lagu Arijit Singh di Youtube, maka Youtube selalu menawari saya lagu-lagu Arijit lain yang belum pernah saya dengar dan konten-konten lain terkait Arijit. Youtube pikir saya menyukainya.
Makin sering Anda mengonsumsi konten mereka, makin dalam Anda "didekatkan" dengan orang-orang lain sesama konsumen konten tersebut. Akibatnya, Anda menjadi jauh lebih sering bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang tersebut, orang-orang yang sebenarnya satu pemikiran dengan Anda. Karena Anda bertemu dengan orang yang sepemikiran, Anda merasa pikiran tersebut benar. Padahal, tentu saja belum tentu. Inilah yang disebut social media bubble, atau yang kata Merlyna Lim algorithmic enclave. Hal ini terjadi pula kepada mereka yang terlalu banyak/sering mengonsumsi konten-konten di kutub satunya lagi, seperti portal-islam.id, VOAIslam, dll.
Jadi, apakah Anda sedang terjebak dalam salah satu bubble?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar