Kamis, 31 Januari 2019

Lansekap informasi sebelum dan setelah hadirnya media sosial

Sebelum hadirnya media sosial, media mainstream (media cetak dan media siaran) adalah sumber utama, mungkin satu-satunya, dalam mendapatkan informasi.
Di saat itu, media mainstream memiliki power yang sangat besar karena fungsi gate-keeper mereka tak tertandingi. Mereka yang memiliki power untuk memilah. Mana peristiwa atau isu yang akan dimuat, mana peristiwa dan isu yang ditinggalkan. Tak ditulis atau disiarkan sama sekali. Mereka juga punya power menentukan mana di antara peristiwa atau isu yg akan dimuat itu yang akan ditaruh di halaman pertama dan mana yang disembunyikan di halaman tengah yang jarang dibuka pembaca? Mana yang disiarkan jam 7 malam saat sekeluarga nonton TV, dan mana yang disembunyikan dalam berita jam 12 malam saat hanya orang insomnia yang masih terbangun? Mana berita yang disajikan 6 kolom plus foto berwarna dan mana yang hanya nyempil 1 kolom saja? Mana yang ditulis secara bersambung sepekan penuh dan mana yang dimuat sekali saja?




Saat itu, media mainstream pula yang memiliki power untuk memilih nara sumber mana yang akan dimintai komentarnya tentang atau menanggapi sebuah isu/peristiwa. Siapa pu yang diwawancarai media mainstream, biasanya akan diberi gelar kehormatan: ahli, pakar, pemerhati dan sejenisnya. Roy Suryo adalah salah satu yang diorbitkan oleh media mainstream dan digelari “pakar telematika”. Setuju atau tidak, ia pernah (masih?) mendapatkan pengakuan tersebut.


Di saat itu audiens menjadi pihak yang lebih lemah karena mereka hanya di posisi "menerima" berita. Keuntungannya, audiens tidak perlu berlelah-lelah memilah-milah informasi dan berkali-kali memverifikasinya.
Saat ini yang terjadi sebaliknya. Dengan hadirnya media sosial dan meluasnya jangkauan internet, audiens sebenarnya terberdayakan. Mereka bisa membuat konten sendiri, termasuk berita. Bukan hanya itu, audiens juga bisa mengoreksi berita dari media mainstream yg tidak lengkap, tidak objektif, atau bahkaan salah. Audiens juga bisa membuat berita mereka sendiri. Akibatnya, berita dan sumber berita menjadi sedemikian berlimpah. Audiens memiliki pilihan sumber informasi yang lebih banyak, bahkan nyaris tak terbatas.


Namun, juga di saat inilah kewaspadaan audiens harus ditingkatkan. Dengan membanjirnya berita dari semua sudut, audiens harus berlelah-lelah memilah informasi-informasi tersebut karena tidak semuanya benar. Untuk ini butuh kemauan dan kekritisan.

sumber ilustrasi: https://interaktif.kompas.id/kompas_redesain_2018; https://foto.kapanlagi.com/selebriti/Roy_Suryo/roy-suryo-010.html; https://www.hoax-slayer.net/hoax-message-warns-users-not-to-contact-dreamweavergrey/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar