Duluuu banget, kita hanya mengenal dua dunia. Dunia natural,
dunia tempat kita hidup dan berinteraksi normal sehari-hari dan dunia
supranatural, dunia di mana hal-hal di luar nalar bisa terjadi, di mana paku
berkarat bisa “dikirimkan” dan masuk ke tubuh seseorang tanpa ia menyadarinya. Dunia
di mana seseorang bisa berada di Makkah dan di Madura di saat yang sama. Dunia
dimana orang bisa kaya tanpa banyak bekerja karena ada tuyul yang bekerja
padanya. Biasanya, dunia supramatural ini melibatkan makhluk yang kebanyakan
kita enggan berinteraksi dengannya.
Kini, dunia supranatural tidak lagi dibicarakan sebanyak
dulu. Posisinya, dalam percakapan sehari-hari, digantikan oleh dunia maya.
Begitu sering kita membaca, mendengar, dan mengucapkan “dunia maya” hingga
sering lupa: apa itu dunia maya?
Dunia maya muncul dalam konteks hubungan manusia secara
langsung maupun termediasi oleh alat. Untuk itu, secara sederhana, dunia terbagi
dua: dunia nyata, dan dunia maya. Disebut dunia maya karena ia dianggap kurang
nyata atau tidak senyata dunia nyata.
Istilah untuk dunia maya ini tidak satu. Ada yang
menyebutnya on-line world (dunia dalam jaringan), virtual world (dunia yang
tidak sesungguhnya), cyber world (dunia bentukan komputer), networked societies
(masyarakat berjaringan), dan lainnya. Intinya, sebuah dunia yang kehadirannya
difasilitasi oleh kemajuan teknologi komputer dan internet.
Pertanyaan berikutnya, apakah dunia maya terpisah dari dunia
nyata? Apakah dunia maya berkait dengan dunia nyata? Bagaimana bentuk, level,
dan intensitas keterkaitannya? Ada banyak perdebatan di sini. Bisa jadi satu
disertasi, hehehe.
Nah, untuk disebut “dunia”, ada beberapa aspek yang harus
terpenuhi. Saya berargumen bahwa aspek yang harus dipenuhi agar bisa disebut “dunia”
adalah adanya area/wilayah, adanya penghuni, adanya interaksi, dan adanya
struktur. Dunia nyata, areanya jelas, penghuninya jelas, interaksinya jelas,
dan strukturnya jelas (negara, komunitas, grup, keluarga dan lainnya).
Bagaimana dengan dunia maya?
Apa yang menjadi area dunia maya? Bagaimana bentuk atau
karakteristik area ini? Area dunia maya menjadi mungkin ada atau terbentuk
berkat kehadiran teknologi world wide web (www) yang membuat komputer (dan
tentunya kita sebagai penggunanya) bisa saling terhubung. Inilah areanya.
Inilah “bumi”-nya dunia maya.
Siapa penghuninya? Penghuninya kita, para on-line user, yakni orang-orang (dan
non-orang) yang “tinggal” dan beraktivitas di dunia maya tersebut. User di dunia maya biasanya diwakili
atau hadir dalam bentuk akun (account).
Salah satu bedanya “individu” di dunia nyata dan dunia maya adalah, individu di
dunia maya sulit diidentifikasi jumlahnya, jenis kelaminnya, bahkan nyata atau
tidaknya. Satu orang di dunia nyata bisa memiliki lebih dari satu akun di dunia
maya. Cowok di dunia nyata bisa menyamar sebagai akun yang seolah wanita di
dunia maya, dan lainnya. Selain akun yang memiliki (somewhat) hubungan dengan manusia di dunia nyata, banyak juga akun2
yang murni mesin. Akun yang memang diciptakan. Mereka disebut “bot”.
Interaksi di dunia maya banyak, mulai dari posting, komen,
berbagi (share), serta memberi tanggapan
emosional (like, love, angry, sad, laughing dan lainnya). Interaksi di dunia
maya sangat terbatas bila dibanding interaksi di dunia nyata. Tanggapan
emosional, misalnya, hanya terwakili dalam bentuk reaction (like, love, angry,
sad, dll) dan emoji. Itu salah satu contohnya saja.
Struktur di dunia maya pada dasarnya terdiri dari “pemilik
wilayah” dan mereka yang “berinteraksi dalam wilayah”. Platform, baik platform
media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan sejenisnya), search engine
(Google, karena yang lain sudah seperti kutu saja), messaging app (Telegram,
Whatsapp), user-generated content (Youtube, Flickr, dan sejenisnya) adalah para
“pemilik wilayah”. Kita, para user,
adalah orang-orang yang sekadar “berinteraksi dalam wilayah” yang mereka
sediakan. Karena kita berinteraksi di wilayah mereka, kita pun terpaksa ikut
aturan mereka. Kita menyerahkan data-data kita agar diizinkan menumpang
berinteraksi di sana: alamat email, nomor telepon, foto, dan lainnya. Kita juga
menyerahkan data-data kita (aneka postingan, foto, like, share dan lainnya yang
kita lakukan) untuk mereka koleksi, pelajari, bagi, dan perjualbelikan.
Nah, kapling-kapling di dunia maya kemudian, oleh para ahli
dan praktisi, dikelompok-kelompokkan berdasarkan fungsi utama atau fasilitasi
utama yang mereka tawarkan kepada user. Maka muncullah kategori-kategori seperti:
1. search engine (Google, Yahoo, dsj), 2. user generated content (Youtube,
Flickr, Tumblr, dsj), 3. Media sosial (Faebook, Twitter, Instagram, dsj,
user-generated content bisa masuk kategori media sosial juga), 4. Blog, 5.market
place (E-bay, Alibaba, Amazon, OLX, bukalapak, tokopedia, dll), dan website
(semua yang berbasis di web namun tidak masuk kategori di atas). Website bisa
terdiri dari website pemerintah, perusahaan, media massa, dan lainnya. Semua
yang berjualan berita atau konten utamanya berita, bisa masuk ke dalam kategori
laman berita (news website). Perbedaan yang muncul bukan pada bentuk, tapi pada
kualitas sajian. Dewan Pers misalnya sudah mengkategorisasi laman berita
berdasarkan produknya dan kejelasan produsernya. Apakah yang tidak masuk dalam
daftar Dewan Pers berarti bukan laman berita? Menurut saya, selama jualannya adalah
berita, ya masuk kategori laman berita. Kalau beritanya serampangan, tidak
berdasar, tidak memenuhi kaidah jurnalistik, kita sudah menyediakan kategorinya
”laman berita abal-abal”, hehehe.
sumber ilustrasi: https://www.bilikupdate.com/2018/09/tutorial-jadi-tuyul-online-eth-airdrop-token-crypto.html; https://www.recode.net/2016/4/13/11586098/watch-facebook-social-virtual-reality-demo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar